Sumber ilustrasi : https://maalimfitariq.files.wordpress.com
BACA JUGA : OASE IMAN
|
Oleh : ustadz Wahyu Sutopo
Bicara tentang FIQH
DAKWAH, tidak bisa dipisahkan dari FIQH secara umum. Maka dari itu, pada
kesemparan ini saya akan membuka pembahasan tentang Qaidah Fiqhiyyah.
Harapannya, kita bisa memandang tema tentang FIQH DAKWAH ini secara lebih
jelas. Secara bahasa kata Kaidah Fiqhiyyah terdiri dari dua kata,
kaidah dan fiqhiyyah. Kaidah berarti dasar atau asas, dalam istilah
Usul Fiqh adalah suatu yang biasa atau ghalibnya begitu. Fiqh
berarti faham, dalam istilah berarti kumpulan hukum-hukum syara
yang bertalian dengan perbuatan mukallaf yang dikeluarkan
dari dalilnya yang terperinci.
Secara istilah kaidah Fiqhiyyah
berarti ketentuan aturan yang berkenaan dengan hukum-hukum fiqh yang
diambilkan dari dalil-dalil yang terinci.
Menurut DR. Musthafa
Ahmad bin Zarqa didefinisikan sebagai dasar-dasar yang bertalian dengan
hukum syara yang bersifat mencakup (sebagian besar bagian-bagiannya)
dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang ringkas (singkat dan padat)
yang mengandung penetapan hukum-hukum umum pada peristiwa yang dapat
dimasukkan pada permasalahannya.
Menurut Prof. Hasbi
Ash-Shiddiqy berarti kaidah-kaidah yang bersifat kully yang
diambil dari dalil-dalil kully dan dari maksud-maksud syara menetapkan
hukum (maqashidusy syar'iy) pada mukallaf serta dari memahami rahasia
tasyri' dan hikmah-hikmahnya.
Lihat Kamal Mukhtar, Ushul
Fiqh 2, Dana Bakti Wakaf 1995, hal 185-187.
QAIDAH FIQHIYYAH KULLIYAH,
ada 5 poin. Semua FIQH yang berkembang dalam Islam pasti berakar dari 5
Qaidah ini. Qaidah Fiqhiyyah Kulliyah tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama :
اَلأُمُوْرُ
بِمَقَاصِدِهَا
Setiap perkara tergantung
kepada maksud mengerjakannya. Yang ini, sudah sangat jelas.
Kedua :
اَلْيَقِيْنُ
لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
Suatu keyakinan tidak
dapat dihilangkan dengan adanya suatu keraguan. Yang sering dicontohkan
adalah orang yang wudhu, kemudian dia ragu-ragu apakah sudah batal atau
belum.
Ketiga :
اَلضَّرَرُ
يُزَالُ
Kemudlaratan itu harus
dihilangkan. Pada prinsipnya, sesuatu yang berbahaya atau berpotensi
menimbulkan kerusakan itu harus dihilangkan. Dalam qaidah ini, ada
derivasinya, misalnya :
دَرْءُ
المَفَاسِدُ
مُقَدَّمُ عَلَى
جَلْبِ المَصَالِحِ
Meninggalkan mafsadah/
kerusakan didahulukan dari memperoleh kemaslahata
Keempat :
اَلمَشَقَّةُ
تَجْلِبُ التَّيْسِيْرِ
Kesukaran itu mendatangkan
kemudahan. Dari qaidah ini, ada istilah RUKHSHAH.
Kelima :
اَلْعَادَةُ
مُحَكَّمَّةٌ
Adat kebiasaan dapat
ditetapkan sebagai hokum. Segala hal yang tidak ditemukan nashnya, tetapi
menjadi adat di masyarakat, bisa dijadikan sebagai dasar hukum. Dengan
catatan, kebiasaan itu sebatas masalah muamalah dan tidak mengandung
kemaksiatan.
Ke-lima qaidah di atas,
menjadi dasar semua FIQH dalam Islam, termasuk FIQH DAKWAH.
SEKIAN.
|
0 komentar:
Post a Comment