Search This Blog

KITALAH NANTI YANG AKAN DITANYA (Tentang anak dan istri kita)






Kitalah yang Akan Ditanya

Inilah kisah Buhlul, salah salah seorang kerabat Khalifah Harun Al-rasyid. Ia seorang yang
berilmu dan memiliki keutamaan dalam agama. Suatu hari, ketika ia sedang
asyik bermain bersama anak-anak, Harun Al Rasyid memanggilnya dan berkata, Apa
yang engkau lakukan?

Saya bermain
bersama anak-anak, dan membuat sebuah rumah dari tanah liat, jawab Buhlul.

Mendengar itu, Harun
Al Rasyid berkata, Engkau sangat mengherankan. Engkau tinggalkan akhirat
beserta isinya.

Buhlul menjawab, Justru
engkau yang sangat mengherankan. Engkau tinggalkan akhirat beserta isinya.

Kisah Buhlul ini
mengingatkan kepada cerita dari Aisyah r.a. Ada seorang Arab dusun datang
kepada Nabi Saw sambil berkata, Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami
tidak pernah mencium mereka.

Nabi Saw menjawab,Apa
dayaku apabila Tuhan telah mencabut kasih sayang dari hatimu. (H.r. Bukhari)

Nabi Saw
mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah Saw menggendong
cucunya, Umamah binti Abi al-ash, ketika sedang shalat. Jika rukuk, Umamah
diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah diangkat kembali.

Pernah juga
Rasulullah Saw bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain, Hasan dan
Husein. Ketika Rasulullah Saw sedang merangkak di atas tanah, sementara kedua
cucunya berada di punggungnya, Umar datang lalu berkata,Hai anak, alangkah
indah tunggangamu. Rasulullah Saw menjawab, Alangkah indahnya para
penunggangnya.
Tak jarang
Rasulullah Saw menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi
anak-anak kecil, Rasulullah Saw jongkok di hadapan mereka, memberi pengertian
kepada mereka, juga mendoakan mereka. Begitu Hadits riwayat Ath-Thusi
meceritakan. Sementara Usamah bin Zaid memberi kesaksikan, (Sewaktu aku
kecil) Rasulullah Saw pernah mengambil aku untuk didudukan pada pahanya,
sedangkan Hasan di dudukan pada paha beliau yang satunya, kemudian kami
berdua didekapnya, seraya berdoa, Ya Allah kasihanilah keduanya, karena aku
telah mengasihi keduanya. (H.r Bukhari).

Kisah Tentang Rasulullah
Saw bersama anak adalah kisah tentang kasih sayang. Beliau memendekkan
shalatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah Saw
bersujud sangat lama. Begitu lamanya Rasulullah Saw bersujud sampai-sampai
para sahabat mengira Rasulullah Saw sedang menerima wahyu dari Allah Azza
wa Jalla
. Padahal yang terjadi sesungguhnya ada cucu yang menaiki
punggungnya.

Tentang mencintai
anak, Rasulullah Saw pernah bersabda,Cintailah anak-anak dan sayangi
mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang
mereka ketahui hanya kamulah yang member rizki. (H.r ath-Thahawi).

Hari ini ketika kita mengaku sebagai
umat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah
kita seperti Aqra bin Habis at Tamimi yang tidak pernah mencium anaknya,
sehingga Rasulullah Saw bersabda, Barang siapa tidak menyayangi, dia
tidak disayangi. (H.r Bukhari)

Inilah sebagian
dari pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab secara jujur. Bukan kepada
orang lain, tetapi pada diri kita sendiri. Pertanyaan ini pula yang perlu
kita jawab ketika kita mengingnkan anak-anak yang terbebas dari siksa api
neraka, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita atas anak-anak dan
istri kita. Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan-Nya. (QS at Tahrim (66) :6).

Seperti kata Buhlul,
kita bermain dengan anak, menyayangi mereka, bercanda, bermain kuda-kudaan
dan bila perlu membuat rumah-rumahan dari tanah liat, adalah untuk mendapatkan
akhirat dan isinya. Kita memberi mereka kebahagiaan dan menyediakan punggung
kita sebagai pelana buat buah hati kita, semoga terpenuhinya kebutuhan psikis
mereka akan menjadikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang kokoh. Terlalu mengerikan
akibatnya bila anak tidak pernah disapa ruang jiwanya oleh orang tuanya,
tidak terkecuali bapaknya.

Penelitian-penelitian
psikologi menunjukkan, masked-deprivation atau kelaparan terselubung
terhadap kasih sayang seorang ayah cenderug melahirkan anak-anak yang
menderita kecemasan, menimbulkan rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian
(meski ditengah kerumunan orang banyak), agresivitas, negativitasme
(kecenderungan melawan orang tua), serta berbagai bentuk kelemahan mental
lainnya. Sangat panjang efek yang bias dirunut akibat kelaparan yang
dirasakan anak terhadap kasih sayang seorang ayah.

Subhanallah,
begitu buruk akibatnya, tetapi alangkah sering kita lupa. Padahal Nabi Saw
sudah mengingatkan kita. Nabi Saw juga sudah tak kurang-kurang memberi contoh
kepada kita. Atau jangan-jangan kita sudah tidak mengenal Nabi, meski sekedar
anggota keluarganya?

Banyak di dapati,
seagian bapak enggan mengusapkan tangan kepipi anaknya yang sedang meneteskan
air mata. Mereka juga tak pernah menyempatkan diri, meski cuma sekali, untuk
membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya karena mereka merasa telah banyak
berjasa dengan mencari uang yang tak seberapa. Mereka ingin dihormati oleh
anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anaknya tak pernah
sanggup mencurahkan isi hatinya kepada bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadi
bapak yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan, padahal Rasulullah
Saw sering mencium putrinya, Fatimatuz Zahra. Bahkan ketika putrinya telah beranjak
dewasa.

Mereka ingin
disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah
menanam kasih sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anak nya di saat
renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama mereka. Mereka merasa
, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang
mengetahui urusan anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis
istripun tidak tahu sama sekali, sebab sudah ada pembantu yang menggantikan
semuanya.

Alangkah sering kita
merasa suci, padahal tak satupun perilaku Nabi Saw kepada anak atau istrinya
yang sanggup kita contoh.

Teringat dengan Aisyah,
istri Nabi yang paling dicintai sesudah Khadijah. Ibnu Umar pernah datang
kepadanya dan berkata, Ijinkan kami disini sejanak dan ceitakan kepada kami
perkara paling mempesona dari semua yang pernah engkau saksikan pada diri
nabN.

Aisyah menarik
nafas panjang. Kemudian dengan terisak menahan tangis, ia berkata dengan
suara lirih, kana kullu amrihi 'ajaba. Ah.. semua perilakunya
menakjubkan bagiku.

Masih dengan suara
lirih , Aisyah bercerita, suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kuitnya
sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata,Ya Aisyah, ijinkan aku
beribadah kepada Tuhanku.
Aku berkata,Ssesungguhnya aku senang
merapat dengan mu tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.
Dia bangkit megambil gharaba ai, lalu berwudhu. Ketika berdiri
shalat, kudengar dia teriak-isak menangis hingga air matanya membasahi janggut.
Kemudian dia bersujud dan menangis hingga lantaipun basah oleh air mata. Lalu
dia berbaring dan menangis hingga datanglah Bilal untuk memberitahukan
datangnya waktu Subuh.

Aisyah melanjutkan,Bilal
berkata, Ya Rasul Allah, kenapa engkau menangis padahal Allah telah ampuni
dosa-dosamu baik yang dahulu atau yang akan datang?. Bukanlah aku belum
menjadi hamba yang bersyukur? kata Rasulullah. Aku menangis karena malam
tadi Allah telah turunkan ayat padaku, Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi serta pergantian malam dan siang benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Kemudian nabi bersabda,
Celakalah orang yang membaca ayat ini namun tidak merenungkannya.

Ibnu Katsir
menukil peristiwa ini ketika menafsirkan surat Ali Imran [3] ayat 190-191. Ada
yang menjadi tanda tanya setelah membaca peristiwa ini. Jika Aisyah berkata Kullu
amrihi 'ajaba.
Ah semua perilaku nya menakjubkan bagiku, kita tidak tahu
apa yang akan diucapkan istri kita jika takdir memanggil terlebih dahulu. Kita
juga tidak tahu apakah yang akan diucapkan anak-anak kita. Apakah kita akan
menjadi ayah dan suami yang menyejukkan hati meski gagal berkali-kali
ataukan merasa telah cukup mulia dengan perhatian kita yang tak seberapa.

Jika kita masih
merasa bahwa semuanya merupakan tanggung jawab istri tanpa ada bagian kita
sedikitpun, maka sekali waktu tengoklah istrimu yang terbaring penat karena
tak ada waktu baginya untuk istirahat. Sesudahnya, ingatlah ketika nabimu
berkata di saat-saat akhir hidupnya,takutlah kepada Allah dalam mengurus
istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik kepada mereka.
Setelah
itu tengok pula anakmu yang telah tertidur. Cobalah untuk mengusap-usap
kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya. Sentuhlah dengan perasaan yang
yang tulus. Dan lihatlah alangkah sedikit yang telah engkau lakukan. Padahal kita
lah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanya di Hari
Kiamat nanti. Atau jangan-jangan kita lupa dengan itu semua?

Dari : Saat Berharga
untuk Anak Kita - Muhammad Fauzil Adhim [pro U media]
Advertising that works - yX Media
SHARE

TATSQIF on LINE

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: