Search This Blog

OASE IMAN-MUHASABAH

Sumber ilutrasi :https://majalahislamonline.wordpress.com
Sumber ilutrasi :https://majalahislamonline.wordpress.com
Oleh : Akhuna Fajar al Shahwah

Baca juga : MENJADI SUAMI PENUH CINTA, MENGAPA TIDAK?


SAUDARAKU; MARI BERHENTI SEJENAK!
MARI sejenak kita menyelam dalam di jernih telaga iman ini, di oase ketenangan hati kita. Cukup sudah rangkai peristiwa yang menyesakkan jiwa. Cukup sudah kejadian dramatis yang memilu luka. Mungkin udara panas yang hampir-hampir membakari diri kita ini terpicu oleh sejumlah ulah sebagian pasukan perjuangan kita, entah dalam kesadarannya atau karena kelalaiannya. Sebagian besar. Atau bahkan mungkin semua. Semua sedang melukai diri tak bersisa. Semua terlibat dalam andil suhu memanas yang mengerontangkan dahan hati, gersang jiwa ini. Dan tentu kita pun mengambil bagian peran dari rasa sakit menyayat itu.
Marilah kita jujur melihat: fakta kebesaran jumlah kita ternyata sekadar tipu semu. Karena dalam kebesaran simbol itu kita nyaris tak berisi. Kita sungguh rapuh tak punya daya. Satu pukulan ringan, mungkin sudah cukup membuat jatuh tak berkemampuan bangkit lagi. Itulah senyatanya yang terjadi. Itulah realitasnya nasib kita hari ini.
Lihatlah lebih dalam pada masing-masing diri kita. Sadarlah segera akan hampanya temu batin dalam shalat-shalat kita menghadap-Nya. Tiada lagi nikmat indah yang berasa menyejuk itu. Kemanakah lari tilawah harian kita yang belepotan terbata-bata itu. Untuk menuntaskan target-target minimal yang menjadi standar ketangguhan ruhiyah kita tak lagi kuat kita capai. Kemanakah malam-malam hening tempat kita berdiri, ruku, dan sujud penuh isak membasah pipi itu. Semua kini telah lenyap meninggalkan suara dengkur keras panjang menyambut fajar. Mungkin dengan alasan lelah yang sebenarnya tak seberapa itu, bahkan yang sebenarnya tak tepat sebagai kedok malas itu. Kemana juga berbagi waktu kita dengan penggalian ilmu, dengan pengasah fikir. Dengan dan dengan semua kebutuhan kita.
Kering terasa menyesak. Hampa sedemikian tak punya warna. Karena dalam semua sisa kekuatan yang telah remuk itu, terbuka lebar pintu inkhirafat fikr dan amal yang ngeri nganga. Lihatlah sejumlah pejuang yang telah liar kehilangan manhaj akhlaknya; ketika para pemimpin tak lagi peka dan arif menjalankan kepemimpinannya; ketika para prajurit tak lagi memahami makna ketaatan kepada qiyadahnya; ketika para pejuang tak lagi terlihat tadzkhiyah amalnya, bersih oerientasinya, penuh istar ukhuwah persaudaraannya; itu semua fakta yang saat ini kita saksikan berserak ruah di depan mata telanjang kita. Dipertontonkan secara tragis, persis di hadapan kita. Wahai, apa gerangan yang sedang terjadi.
Gugurnya satu generasi; barangkali parade yang segera terpentaskan, mengukir sejarah perjuangan kita kali ini. Apa yang sangat menakutkan itu akan menjadi keniscayaan sebagaimana saat roda berputar tiada henti. Inilah mungkin kemestian sunnah yang telah bergaris jelas sesuai kehendak-Nya; yang kita tiada daya berbuat banyak untuk merubahnya. Tapi sungguh malang, jika kita memaksakan diri untuk menjadi bagian luka yang merobohkan kokohnya bangunan ini, hanya karena kenaifan kita, hanya karena ciutnya api perjuangan kita, hanya karena rapuhnya keyakinan, juga kepengecutan kita menjadi tumbal kebangkitan.
Para pendahulu kita telah mendendangkan sebuah syair cinta dan semangat juangnya; tentang kefahaman kita akan Islam, tentang rumitnya wilayah keikhlasan, tentang liku medan amal tuk bangun kejayaan umat, tentang jihad meninggikan kalimat ilahi, tentang ketaatan yang menuai berkah melimpah ruah, tentang tadkhiyah bukti kesetiaan, tentang tsabat menghadapi rintangan di garda terdepan perjuangan, tentang tajarrud, tentang tsiqah, juga tentang ukhuwah dalam menghimpun cinta para hamba-Nya.
Maka, jika engkau merasakan beban memberat dalam perjalanan ini, apakah engkau tidak ingat firman Allah swt., Wahai orang-orang beriman! Mengapa jika dikatakan kepadamu, Berangkatlah untuk berperang di jalan Allah, engkau merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah engkau lebih senang dengan kehidupan dunia dibanding akhirat? Sungguh kenikmatan dunia teramat kecil dibanding apa yang ada di akhirat. [At-Taubah: 38]
SHARE

TATSQIF on LINE

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: