Oleh ustadz Sholihun
Berbicara tentang tingkatan Iman itu memiliki derajat,dan derajat keimanan itu sesuai dengan seseorang yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan, hanya saja tidak seorangpun tahu mengetahui derajat keimanannya di sisi Allah karena itu hanya hak –Nya Allah swt. Ibn ‘Athoilah memberikan pandangan bagaimana mengetahui derajat iman seseorang, tingkatan-tingakatan iman ini dapat dilihat dari
1. sur’atul istjabah — respon seseorang ketika menghadapi kebaikan, tidak terburu-buru menjalankan perintah dan tidak menunda melaksanakan kebaikan. Ada kesempatan ia langsung mengambil kebaikan itu.
2. kebencian dia terhadap keburukan sebagaimana kebencian ia sekiranya ia dilemparkan ke api neraka. Sehingga berusaha untuk menjauh sejauh-jauhnya, jangankan berfikir terbetik dalam hati pun tidak, karena keburukan itu dianggap sebagai neraka.
Al Hujurat : 7
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,”
Allah memberikan rasa cinta kedalam diri manusia terhadap kebaikan, dan ada kebencian di dalam diri itu terhadap kebencian dan kefasikan itulah orang yang mendapatkan bimbingan oleh Allah.
3.Menjaga keistiqomahan, istiqomah yang dimaksudkan disini bukan hanya rutin tapi mampu menambah kualitas dari ibadah yang dia lakukan, dan ini masuk dalam BAB Ihsan, yang didefiniskan “Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.”
Yang akan Allah tanyakan nanti Al Mulk : 2. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dalam sebuah Hadits
Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, dan sholat 2 rakaat tanpa ada pembicaraan didalamnya, dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah swt (Hadits Riwayat Muslim).
Hanya saja istiqomah ini tidak semua orang bisa, karena harus melawan hawa nafsu dan menjaga agar ibadah tetap rutin. Karena seseorang itu pasti akan merasakan Jenuh. Lakukanlah dengan rutin walaupun sedikit.
Tahapan –> mencapai derajat atau tingkatan yang diinginkan itu tidak datang tiba-tiba. Contoh ikhlas, ikhlas adalah proses pembinaan diri. Seseorang yang melakukan amal, belum tentu akan langsung ikhlas, ini adalah riyadhatun nafs (melatih jiwa), orang yang berhasil melatih jiwa adalah orang yang istiqomah. . Sampai kemudian derajat iman itu terus meningkat, ada kedekatan hati dengan Allah swt, menemukan ketenangan dan ketentraman batin bersama Allah swt.
Kelemahan kita ada 2 hal yaitu tidak istiqomah dan tidak sabar
Semua kita wajib menempuh jalan itu — melatih diri — karena ini adalah tangga menuju tazkiyatun Nafs. Apakah ketika kita membaca buku tentang yakin, sabar apakah kita akan langsung meraihnya ? tentu saja tidak, karena itu suatu proses. Ketika orang yang selalu rutin shaum sunnah, apakah kita akan langsung meraih kesabaran atau tidak? Tentu saja tidak, karena itu adalah proses yang panjang dan akan ada benturan-benturan batin dan akan menguji kekuatan ruhiyah.
Seperti ketika Rasulullah memerintahkan kaum muslimin di Mekkah untuk hijrah ke Madinah, semuanya langsung berangkat karena mereka yakin Allah akan membantu mereka.
Tidak akan pernah berhasil ketika seseorang ingin tazkiyatun nafs tetapi tidak melatih jiwanya (riyadhatun Nafs).
Fathir 32. Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Dalam ayat ini secara umum ada 4 bahasan :
1. Nilai Kebaikan yang Allah wariskan kepada orang-orang pilihan (yang masuk dalam derajat tertentu)
Sebelum umat Muhammad, banyak sekali orang-orang yang sudah melampauinya, di kalangan Bani israil juga banyak pendeta yang keimanannya tinggi, nilai-nilai kesucian mereka menjalankan syariat Allah itu terwariskan. Nilai itu Allah catat di dalam Al Qur’an, (Ali Imran 113-114)
113. Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). 114. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.
2. Bentuk pemuliaan yang diberikan oleh Allah swt
Al Fajr 29. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
3. Hamba-hamba yang dipilih Allah swt ada 3 jenis
ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan
di antara mereka ada yang pertengahan dan
diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan
4. Biiznillah, tidak ada seorangpun sampai pada derajat keimanan itu kecuali atas izin Allah. Siapa saja yang akan diizinkan Allah? Tidak ada yang tahu.
Kisah Uwais Al Qorni –> Tabiin,
Sampai Rasulullah berpesan kepada Umar, ketika bertemu Uwais Al Qorni, mintalah doa darinya. Keistimewaan Beliau adalah
1. Tidak pernah menyakiti Ibunya, tidak pernah mengatakan “tidak” kepada Ibunya, dia mengendong Ibunya dari Yaman dari makkah dan balik lagi. Dia adalah orang yang paling berbakti kepada Ibunya.
2. Hatinya bersih
3. Sedikitpun dia tidak pernah bermaksiat
Yang perlu kita lakukan adalah yang atas izin Allah, Allah menghapus dosa-dosa kita. Secara amaliah Rasulullah sudah menjelaskannya, orang yang pergi ke masjid. Dan Allah juga mengatakan Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu.
An – Nur 21. …. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tingkatan pertama
1. zholim li nafsi
Orang yang dzolim terhadap diri sendiri, kriterianya
– amal wajib sering teledor (sholat 5 waktu, puasa, amal maruf nahi mungkar dll)
– amal sunnah banyak ditinggalkan (muakkad maupun tidak)
– sering kali melakukan hal-hal syubhat (baik perbuatan maupun makanan)
– terkadang melakukan hal yang harom
Zholim–> menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kita sebagai manusia seharusnya menempatkan dii sebagai “hamba” yang tidak punya hak untuk sombong, riya, ujub, dengki. Orang yang berani meninggalkan perintah adalah orang yang “berani/Sombong” kepada ALLah.
2. wa minhum muqtashid
Pertengahan
– amal wajib terlaksana dengn baik sekalipun hanya kuantitas
– amal sunnah banyak dilaksanakan
– Meninggalkan syubhatdan harom
3. wa minhum saabiqun bil khoiroti
– amal wajib memberikan pengaruh terhadap kondisi ruh dan perilakunya
– amalan sunnah sebagai tangga menuju ketinggian derajat di sisi Allah swt
– mubah tidak berlebihan khawatir terjatuh kepada syubhat
Hadits Arba’in 38
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anh, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman : ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai seperti bila ia melakukan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya.”
Darimana kita memulai tazkiyatun nafs? Next week
Menahan diri ketika terlalu semangat, dan memaksa diri ketika malas! –> Kestabilan Jiwa
Kesungguhanmu melakukan kebaikan jangan sampai menghilangkan canda tawamu ( Hasan Al Banna)
0 komentar:
Post a Comment