Search This Blog

SIAP MENGGENDONG ISTRI?

Mohon kesediannya untuk mengisi polling kami :
Sumber ilustrasi : Www. voa-islam. Com
RAMADHAN SEBENTAR LAGI
SAMBUT BERSAMA 
AQILAH GALLERY (MUKENA)
Info Detail Klik Gambar 




SIAP MENGGENDONG
ISTRI? HARUS SIAP...
 
Cahyadi Takariawan
01 Apr 2015 | 07:08
  
Istri : Bang, tahu
gak, aku mau nikah sama kamu itu sebuah pengorbanan yang besar dalam hidupku.
Suami : Oh ya? Emang
kenapa Dek?
Istri : Dari dulu
banyak laki-laki yang ngejar-ngejar aku. Tapi semua aku tolak, dan aku rela
memilih kamu menjadi suamiku.... Padahal kamu itu paling jelek dibanding
semua laki-laki yang ngejar aku....
Suami : Eh, aku mau
nikah dengan kamu juga melalui pengorbanan yang besar loh Dek.... Jangan kamu
kira aku gak berkorban....
Istri : Kok bisa?

Suami : Iya Dek. Dari
dulu aku ngejar-ngejar banyak perempuan, tapi mereka semua gak ada yang mau
sama aku. Hanya kamu yang mau sama aku, padahal kamu itu paling jelek
dibanding dengan semua perempuan yang aku kejar.... Ya udah, akhirnya aku
nikah sama kamu aja....

Istri : Waw, berarti
sama dong kita Bang..... Sama-sama korban....

Begitulah kehidupan
pasangan suami dan istri dalam berumah tangga, pasti harus siap berkorban
demi pasangannya. Harus siap memberikan pengorbanan terbaik demi keluarga.
Bahkan pengorbanan itu sudah diberikan sejak sebelum mereka menikah dan
membentuk rumah tangga.

Berkorban Untuk Istri
Dalam kehidupan
sehari-hari, suami dan istri adalah pasangan yang harus saling bahu membahu
dalam menunaikan kewajiban, peran, tanggung jawab dan aktivitas kehidupan.
Suami dan istri harus saling memberikan hal terbaik bagi pasangan, dan itulah
makna pengorbanan. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Tidak ada keutuhan
keluarga tanpa pengorbanan. Tidak ada keharmonisan dan kebahagiaan keluarga
tanpa pengorbanan. Semua cita-cita hidup berumah tangga barun akan bisa
terwujud dengan pengorbanan dari kedua belah pihak.

DOWNLOAD  APLIKASI ANDROID TATSQIF 


Suami harus bersedia
berkorban demi istri dan istri harus rela berkorban demi suami. Suami dan
istri harus sama-sama rela berkorban demi keutuhan, keharmonisan dan
kebahagiaan keluarga mereka. Suami yang merasa lelah sepulang dari kerja yang
menguras tenaga, sampai di rumah masih harus mengurus keluarga. Harus
menyediakan waktu untuk mendengarkan curhat istri, harus menyediakan waktu
untuk mengajak bermain anak-anak, harus menyediakan waktu untuk menemani
anak-anak belajar. Masih ditambah dengan menyediakan waktu untuk tetangga dan
kegiatan kemasyarakatan.

Sepulang dari kerja,
suami yang merasa lelah dan merasa memiliki hak untuk istirahat langsung
mengurung diri di kamar.
Istri : Bang, ada
sedikit masalah pada anak kita tadi di sekolah.....

Suami : Aku capek Dek,
bisakah engkau tidak menggangguku...
Istri : Tapi ini sangat
penting Bang, karena menyangkut kelanjutan anak kita di sekolah...

Suami : Sudahlah Dek,
kamu urus sendiri saja....

Istri : Urus sendiri
bagaimana? Ini anak kita Bang...

Kadang suami merasa
sangat lelah dan ingin istirahat ketika di rumah. Namun semestinya ia juga
mengerti, bahwa istri pun juga lelah sudah mengurus rumah seharian. Bukan
hanya dirinya yang lelah. Mengurus anak-anak dari bangun tidur hingga tidur
lagi, semua pekerjaan rumah tangga juga menguras waktu, tenaga dan perhatian
istri. Belum lagi kalau istri bekerja di luar rumah, berarti bertambah lagi
lelahnya.

Untuk itu, jadilah
suami yang siap berkorban untuk istri. Inilah tugas kesepuluh dari sepuluh
tugas suami yang sudah saya posting berturutan beberapa hari ini di
Kompasiana. Pada sembilan postingan sebelumnya telah saya sampaikan
tugas-tugas suami, yaitu (1) menjadi suami yang memahami istri, (2) menjadi
suami yang penuh perhatian kepada istri, (3) menjadi suami yang penuh cinta
kepada istri, (4) menjadi suami yang senang membantu istri, (5) menjadi suami
yang memenuhi kebutuhan istri, dan (6) menjadi suami yang sabar membimbing
istri, (7) menjadi suami yang memberikan teladan kebaikan bagi istri, (8)
menjadi pendengar yang baik bagi istri, (9) menjadi suami yang bisa menerima
kekurangan istri, dan sekarang (10) menjadi suami yang siap berkorban untuk
istri.
Pengorbanan Lahir
Batin

Pengorbanan untuk
istri tentu saja lahir dan batin. Korban jiwa dan raga. Suami semestinya
menyediakan diri untuk mengorbankan apa yang dimiliki demi membahagiakan
keluarga. Berkorban dengan apa yang bisa dilakukan untuk istri dan anak-anak.
Inilah konsekuensi dari cinta. Tidak akan ada cinta jika tidak ada
pengorbanan. Betapa bahagia jiwa istri jika memiliki suami yang rela
berkorban untuk dirinya. Pengorbanan ini akan sangat membekas kuat dalam hati
istri, ia merasakan dicintai suami dengan sepenuh hati.

Natalie Endah Hapsari
menuliskan kisah kasih seorang suami, Subagyo (60 tahun) kepada sang istri,
Hartini (59 tahun), yang ingin bersama-sama menunaikan ibadah haji. Mereka
adalah pasangan suami istri yang selama ini hidup damai dan harmonis. Namun
ujian mereka untuk melaksanakan ibadah haji bersama telah dimulai sejak
berada di tanah air.

Sebelum berangkat
menuju tanah suci, Hartini mengalami serangan stroke yang menyebabkan ia
mengalami kelumpuhan separuh badan. Tak hanya itu, Hartini juga tidak bisa
berbicara. Karena kondisi itu, Hartini harus dirawat di rumah sakit namun
tidak sampai tuntas pengobatannya harus dibawa pulang karena jadwal keberangkatan
ibadah haji mereka sudah dekat.

Kondisi Hartini yang
lumpuh dan tidak bisa bicara itu tidak membuat Subagyo membatalkan tekad
untuk berangkat ke tanah suci bersama istri tercinta. Bagi Subagyo, kondisi
sang istri seperti merupakan ujian keikhlasan untuknya. Ia sangat ingin
istrinya bisa menunaikan ibadah haji bersamanya. Ini sudah direncanakan
sekian lama, dan ia tidak ingin mengecewakan istrinya.
Saya ingin istri dapat
menunaikan ibadah haji, apapun konsekuensi yang harus dialami, ujar Subagyo
mantap.

Berangkat dari
embarkasi bandara Adi Sumarmo Solo, akhirnya Subagyo berangkat ke tanah suci
bersma istri tercinta. Sejak berangkat dari rumah hingga tiba di tanah suci,
semua urusan sang istri langsung ditangani Subagyo. Setiap hari, Subagyo
memandikan, mengenakan pakaian, menyuapi makan, hingga membawa istrinya
beribadah dengan menggunakan kursi roda. Bagi Subagyo, usahanya untuk
mewujudkan mimpi sang istri berangkat haji adalah sebuah jihad, sebuah
pengorbanan yang harus dilakukan dengan ikhlas.

Saya rela mengurusi
dia, apapun yang terjadi, ungkap Subagyo.
Subagyo yakin, selalu
ada kemudahan di balik setiap kesulitan, sepanjang semua dilakukan dengan
penuh keikhlasan. Selama di tanah suci Subagyo mendapatkan bantuan dari empat
orang teman perempuan sekamar Hartini. Hal ini cukup meringankan beban
Subagyo dalam mengurus sang istri. Ia merasa sangat terbantu dengan adanya
empat teman sekamar Hartini yang sangat pengertian itu.

Saya ikut menyuapi
makan dan kadang-kadang membantu mengganti popoknya juga, ujar Ngatini, teman
sekamar Hartini.
Dengan segala
pengorbanan, akhirnya Subagyo dan Hartini berhasil menyelesaikan seluruh
rangkaian ibadah haji. Bisa dibayangkan, seandainya Subagyo lemah semangat
dan tidak mau berkorban untuk sang istri, bisa jadi ia akan membatalkan
proses keberangkatan haji Hartini. Jika itu ia lakukan, mungkin sampai
sekarang sang istri tetap belum bisa menunaikan ibadah haji seperti yang
sangat dicita-citakan.

Rela Menggendong Istri
40 Kilometer
Apa yang akan anda
lakukan, jika anda tinggal di sebuah tempat terpencil, jauh dari keramaian,
tidak ada fasilitas kesehatan maupun transportasi, sementara istri anda sakit
keras? Istri memerlukan penanganan medis dengan cepat untuk menyelamatkan
janin dan juga dirinya, namun tidak ada dokter maupun rumah sakit terdekat.
Dibiarkan saja berbaring lemah di rumah, atau dibawa ke kota? Lalu dengan apa
membawa istri yang tengah hamil ini ke rumah sakit kota yang jaraknya sangat
jauh?

Situs vemale.com pada
bulan September 2013 yang lalu menghimpun Lima Cerita Mengharukan Pengorbanan
Suami Untuk Istri yang sangat menarik. Di antaranya adalah kisah tentang
Ayyapan, laki-laki bertubuh kurus di India, yang menggendong istrinya sejauh
40 kilometer di tengah guyuran hujan. Ia menggendong Sidha, istrinya yang
tengah hamil 6 bulan, melewati hutan serta jalanan terjal untuk dibawa ke
rumah sakit. Sidha sedang sakit demam tinggi hingga butuh perawatan, dan
laki-laki berkulit gelap ini memutuskan harus membawa istrinya ke rumah sakit
di kota. Ia tidak mau membiarkan Sidha sakit parah tanpa ada bantuan
pertolongan medis.

Ayyapan dan Sidha
tinggal di pedalaman hutan Konni di Distrik Pathanamthitta, India. Tidak ada rumah sakit yang berada di dekat tempat tinggalnya sehingga Ayyapan membawa Sidha
ke rumah sakit yang berada di kota dan harus menempuh jarak 40 puluh
kilometer dengan melewati gajah-gajah liar di hutan. Sidha yang tengah hamil
6 bulan itu harus menerima kenyataan pahit bahwa bayi yang dikandungnya telah
meninggal dunia. Dengan perih tak terkira, Sidha melahirkan bayi yang sudah
tak bernyawa itu.
Selain demam tinggi,
Sidha juga menderita gizi buruk yang membuat kondisi tubuhnya semakin
terpuruk. Ayyapan tidak menyerah, dia meminta kepada dokter untuk mengobati
Sidha. Perlahan, kondisi Sidha mulai pulih dan membaik walau masih lemah dan
sedih karena kehilangan janin dalam kandungannya. Cinta kepada istri bisa
membuat suami rela melakukan apa saja. Ayyapan telah menunjukkan cinta
seorang suami yang demikian tulus kepada istri, dan itulah bukti cinta yang
nyata.

Ayyapan rela melakukan
pengorbanan demi menyelamatkan jiwa istri dan bayinya. Sebuah pengorbanan
yang akan memberikan rasa bahagia dalam kehidupan keluarga mereka.

Bagaimana dengan anda?
Sudahkah anda berkorban demi istri tercinta? Siapkah menggendong istri anda?


SHARE

TATSQIF on LINE

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: